PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Periodesasi sejarah islam ditandai dengan adanya zaman kamajuan dan zaman
kemunduran. zaman kemajuan adalah kecerahan (golden age) ditandai dengan
kamajuan ilmu pengetahuan, ekonomi dan politik, seni dan lain sebagainya[1].
Secara
historis, sedikitnya ada lima fase yang bisa menjadi acuan dalam memahami dan
menjelaskan periodesasi pendidikan Islam
yang dikaitkan dengan pemikiran cendikiawan muslim yang selalu
melakukan pembaruan pendidikan
Islam. Pertama, masa
pembinaan pendidikan Islam, kondisi
pendidikan Islam yang
terjadi pada masa
awal kenabian Nabi
Muhammad al -Mushthafa. Kedua,
masa pertumubuhan dan
perkembangan pendidikan Islam,
yaitu kondisi pendidikan Islam
yang terjadi pada
masa Nabi Muhammad
dan masa Khulafa`u
al - Rasyidin. Ketiga, masa kejayaan
pendidikan Islam, satu
kondisi pendidikan Islam
yang banyak menggunakan dua pola pemikiran
berbeda, mulai dari pemikiran yang bersifat tradisional hingga pola
pemikiran rasional yang
lebih banyak mementingkan
akal pikiran dan
empiris. Keempat, masa
kemunduran pendidikan Islam, di
mana kondisi umat
Islam lebih banyak
berdasarkan pada cara berpikir tradisional dan
tidak lagi menggunakan
pola berpikir rasional
yang telah diambil
oleh Barat. Kelima,
masa pembaruan atau modernisasi
pendidikan Islam. Secara totalitas
kesadaran kolektif umat
Islam terhadap segala
kekurangan dan problematika
yang dihadapi pendidikan Islam
untuk kemudian bisa
diperbaiki dan diperbarui
sepadan dengan kemajuan zamannya,
sebagaimana yang terjadi di dunia Barat[2].
Sepanjang
sejarahnya (kemunduran pendidikan islam) sejak awal pemikiran islam terlihat
dua pola yang saling terlomba mengembangkan diri, mempuyai pengaruh besar dalam
pengembangan pola pendidikan islam. Dari pola pemikir yang bersifat
tradisional, yang selalu mendasarkan dari wahyu, yang kemudian berkembang
menjadi sufistis dan mengembangkan pola pendidikan sufi. Pola pendidikan ini sangat
memperhatikaan aspek-aspek batiniah dan akhlak atau budi pekerti manusia.
Sedangkan dari pola pemikiran yang rasional, yang mementingkan akal pikiran,
menimbulkan pola pendidikan empiris rasional. Pola pendidikan bentuk kedua ini
sangat memperhatikan pendidikan intelektual dan penguasaan material[3].
Dari generasi ke generasi ilmu
pengetahuan semakin berkembang hingga adanya berbagai macam teknologi yang
menjadikan manusia tidak hanya berdiri ditempat yang sama. Itu berarti manusia
juga harus mangikuti perubahan tersebut. Dengan demikian, sama halnya dengan
pendidikan islam, dunia pendidikan islam tidak hanya melihat perubahan yang
terjadi. Namun juga harus melakukan pembaharuan mengikuti perubahan zaman yang
sesuai dengan konteks Al-Qur’an dan Ass-Sunnah.
Dari kejadian kemunduran tersebutlah
sehingga adanya pembaharuan yang disertai dengan gerakan pemurnian kembali
ajaran-ajaran islam yang terjadi akibat kemunduran itu sendiri. Gerakan
pemurnian tersebut merupakan tahap awal dari gerakan pembaharuan.
Berdasarkan latar belakang
tersebutlah, penulis mencoba menulis tentang pembaharuan pendidikan islam yang
berupa; hakikat yang terdapat dalam pendidikan islam diikuti dengan tradisi
intelektual islam sehingga cara pembaharuan pendidikan islam dilakukuan dilengkapi
dengan tantangan-tantangan yang muncul dalam pembaharuan pendidikan islam.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa
hakikat pembaharuan pendidikan islam?
2.
Apa
saja tradisi intelektual islam?
3.
Bagaimana
cara melakukan pembaharuan pendidikan islam?
4.
Apa
saja tantangan pembaharuan pendidikan islam?
1.3
Tujuan
Masalah
1.
Mengetahui
hakikat pembaharuan pendidikan islma.
2.
Mengetahui
apa saja tradisi intelektual islam.
3.
Memahami
cara melakukan pembaharuan pendidikan islam.
4.
Mengetahui
apa saja yang menjadi tantangan dalam pembaharuan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Hakikat
Pembaharuan Pendidikan Islam
Kata pembaharuan dalam bahasa
Indonesia telah selalu dipakai kata modern, modernisasi, dan modernism, seperti
yang terdapat umpamanya dalam “aliran-aliran modern dalam islam” dan “islam dan
modernisasi”. Modernisme dengan masyarakat Barat mengandung arti pikiran,
aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat,
institusi-institusi lama, dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru
yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern[4].
Dengan demikian, kata pembaharuan
mimiliki makna yang sama dengan kata modernisasi. Dapat didefinisikan bahwa
pembaharuan pendidikan islam merupakan gerakan atau pemahaman-pemahaman baru
yang ditimbulkan atau dihasilkan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang berkembang pesat. Dari kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi itulah menghadirkan perubahan yang cukup signifikan sehingga dituntut
adanya pembaharuan dalam pendidikan islam dan tentu saja pembaharuan yang
dilakukan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Pendidikan islam adalah usaha orang dewasa
muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta
perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran islam kearah
titik maksimal pertumbuhan dan perkembangan[5].
Pendidikan, secara teoritis mengandung
pengertian “memberi makan” (opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga
mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan “menumbuhkan”
kemampuan dasar manusia. Bila ingin diarahkan kepada pertumbuhan sesuai dengan
ajaran maka harus berproses melalui sistem pendidikan islam[6].
Modernisasi atau pembaharuan pendidikan Islam adalah
salah satu pendekatan
untuk suatu penyelesaian jangka
panjang atas berbagai persoalan umat Islam saat ini dan pada masa yang
akan datang. Oleh
karena itu, modernisasi
pendidikan Islam adalah sesuatu yang
penting dalam melahirkan
sebuah peradaban Islam
yang modern (Husein dan
Ashraf, 1994: 6). Namun
demikian, modernisasi
pendidikan Islam tidak dapat dirasakan hasilnya
pada satu dua hari
saja melainkan memerlukan suatu proses
yang panjang yang
setidaknya akan menghabiskan
sekitar dua generasi. Mengingat pentingnya
modernisasi pendidikan Islam,
maka setiap lembaga pendidikan
Islam harus mendapatkan
penanganan yang serius, setidaknya ini untuk menghasilkan
para pemikir dan intelektual yang handal dan mempunyai peran sentral dalam
pembangunan[7].
Dalam pembaharuan, kesadaran umat islam
tentang pentingnya pembaharuan adalah ketika umat islam menyadari
ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan pengetahuan dan teknologi, begitu
juga dalam bidang militer. Kesadaran ini dimulai sejak masuknya Napoleon ke
Mesir[8].
Sebenarnya kesadaran akan kelemahan dan
ketertinggalam kaum muslimin dari bangsa-bangsa Eropa dalam berbagai bidang
kehidupan ini timbul mulai abad ke 11 H/ 17 M dengan kekalahan-kekalahan yang
diderita oleh kerajaan Turki Usmani dalam peperangan dengan negara-negara
Eropa. Sehingga dari kekalahan itu mendorong umat untuk menyelidiki sebab-sebab
kekalahan mereka dan rahasia keunggulan lawan. Dalam pembaharuan pendidikan
islam ada pola-polanya yang didapatkan dengan memerhatikan sebab-sebab
kelemahan dan kemunduran umat islam dan kemajuan dan kekuatan bangsa Eropa.
Maka pada garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran, yaitu:
1.
Pola pembaharuan pendidikan islam yang berorientasi kepada pola pendiddikan
modern di Eropa;
2.
Pola pembaharuan yang berorientasi dan bertujuan untuk pemurnian kembali
ajaran islam; dan
3.
Pola yang berorientasi pada kekayaan dan sumber budaya bangsa masing-masing
dan yang bersifat nasionalisme[9].
2.2
Tradisi
Intelektual Islam
Dalam tradisi intelektual Islam, pendidikan telah lama dikenal
yaitu sejak awal Islam. Pada
masa awal, pendidikan idektik dengan upaya da'wah Islamiyah, karena itu
pendidikan berkembang sejalan dengan perkembangan agama itu sendiri. Rahman
(Islam, 1997 : 263), menyatakan kedatangan Islam membawa untuk pertama kalinya
suatu instrumen pendidikan tertentu yang berbudayakan agama, yaitu al-Qur'an
dan ajaran-ajaran Nabi. Tetapi, perlu dipahami bahwa pada masa awal
perkembangan Islam, tentu saja pendidikan formal yang sistematis berlum
terselenggara[10].
Pendidikan
yang berlangsung dapat dikatakan bersifat informal, dan inipun lebih
berkait dengan upaya da'wah Islamiyah -
penyebaran, penanam an dasar-dasar kepercayaan,
dan ibadah Islam. Dalam kaitan itulah dapat dipahami kenapa proses
pendidikan Islam pertama kali berlangsung di rumah, dan yang paling terkenal
Dar al-Arqam, dan ketika masyarakat Islam sudah terbentuk,
pendidikan diselenggarakan di mesjid dan proses pendidikan pada kedua tempat
ini dilakukan dalam halaqah, lingkaran belajar (Azyumardi
Azra,1994:v)[11].
Tradisi belajar yang telah ada pada masa Nabi terus berkembang pada
masa-masa sesudahnya, dan sebagaimana tercacat dalam sejarah bahwa puncak
kemajuannya tercapai pada masa khalifah Harun al-Rasyid dan al-Makmun yang
berpusat di Bagdad, dan pada masa kejayaan
'Usmaniyah di Spanyol dan Cordova yang berlangsung sekitar delapan abad
[711-1492 M] (Hasan Langgulung,1986:13), kemudian sistem pendidikan Islam itu
diperluas dengan sistem madrasah yang mencapai puncaknya pada Madrasah
Nidzamiyah yang didirikan di Bagdad oleh Nizam al-Mulk(Muhammad Munir Mursi,
1975 : 98). Pendidikan Islam pada waktu
itu telah melahirkan cendekiawan-cendekiawan Muslim yang berkaliber dunia, yang
dikenal sampai sekarang ini, maka secara epistemologi Noeng Muhajir sangat
argumentatif berkesimpulan bahwa Yunani
adalah induk ilmu murni dan Islam adalah induk teknologi (Hamid Hasan Bilgrami
dan Sayid Ali Asyraf, 1989 : xi)[12].
Beberapa
tradisi-tradisi dalam intelektual islam:
1.
Kehidupan
intelektual Islam pada 4 anad pertama Islam
Pada 4 abad pertama islam, muncul
dua isu dan proses politik utama yang yang membentuk latar belakang penting
bagi perkembangan kebudayaan islam. Isu pertama, persoalan kepemimpinan umat. Isu
kedua adalah persoalan mengenai penyebaran islam. Kalangan intelektual Muslim masa awal
disibukkan oleh masalah-masalah yang berhubungan dengan penyebaran islam[13].
2.
Tradisi rasional dalam Islam
Tradisi rasional dalam islam dapat dipelajari
dan dilihat dalam berbagai cara. Dengan sudut pandang yang luas, kapan saja
orang muslim terlibat dalam pikiran dan kearah manapun jalan pikiran yan mereka
ambil, mereka harus menggunkan akal, dan dengan melakukan hal itu mereka
dianggap menjadi bagian dari tradisi rasional, baik mereka menginginkannya atau
tidak.
Dalam pengertian yang umum, tradisi rasional
mencakup hampir seetiap pernyataan yang dibuat oleh setiap muslim dalam setiap
waktu. Dalam pengertian yang khusus, orang dapat mengatakan bahwa tadisi
rasional itu islami. Jika tidak demikian, ia dapat bertanya apa yang membuat
tradisi ini sangat berbeda. Tradisi rasional dalam agama, tidak saja didorong
oleh masyarakat beragama, tapi ia adalah upaya menemukan
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan akal dalam masayarakat tertentu
dan mencobs menyelaraskan hubungan antara akal dan apa yang disebut sebagai
wahyu[14].
2.3
Cara
Melakukan Pembaharuan pendidikan Islam
Pembaharuan pendidikan Islam juga
merupakan suatu keharusan dalam meningkatkan dunia pendidikan dalam islam.
Dikarenakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain memandang kepada
bagaimana proses pembaruan terlaksana, namun juga ada cara bagaimana
pembaharuan pendidikan islam dilaksanakan. Diantaranya ada ide-ide pembaharuan
pendidikan yang dikemukan oleh Ahmad Sukarti (seorang pendidik, ulama, tokoh
pembaharu islam, dan seorang penulis). Ide-ide pembaharuan pendidikan Ahmad
Surkati, yaitu[15]:
1.
Aspek
kelembagaan
Terbentuknya organisasi Al-Irsyad,
yang salah satu tujuan telah dirumuskan dalam dasar-dasar pembentukan
Al-Irsyad, didirikan sekolah-sekolah yang terbuka untuk umum asalkan mereka
beragama islam.
2.
Aspek metode dan pendekatan pengajaran
Ahmad Surkati sebagai seorang guru yang telah
menerapkan pendekatan personil psokologis dan conseling dalam melihat minat dan
bakat serta tingkat kemapuan intelegensi para siswa yang diajarnya. Pendekatan
ini digunakan untuk diberikan pengarahan dan bimbingan agar para sisw itu
menemukan sendiri minat dan bakat serta mengetahui tingkat kemampuan intelegensinya.
Kemauan dalam memilih dan pendekatan
pengajaran yang sesuai dengan situasi belajar yang dihadapi oleh seorang guru
tidaklah pentingnya dari penguasaan materi pelajaran yang akan disampikannya.
Seorang guru dalam menerapkan metode dan pendekatan pengajaran harus
memperhatikan aspek psikologis murid sesuai dengan kaidah-kaidah pengajaran
modern, agar mudah dipahami dan dicerna oleh murid.
3.
Aspek kurikulum
Rencana pendidikan dijadikan sebagai kerangka kerja
sistematik dalam suatu kegiatan pengajaran modern. Berbeda dengan
penyelenggaran sekolah tradisional lainnya, Ahmad Surkati menerpakan cara yang
modern.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahu bahwa
Ahmad Surkarti dapat dikategorikan sebagai tokoh pembaharu dalam bidang
pendidikan islam pada masanya. Karena model dan cara pendidikan yang yang
diperkenalkannya belum biasa dikenal di lembaga-lembaga pendidikan yang
terdapat dimasyarakat islam masa itu. Hal ini menunjukkan dari sikap dan
pandangannya yang berani bersikap berbeda dari sikap dan pandangan umumnya.
Selain
dari ide-ide Ahmad Surkarti, juga ada cara lain untuk bisa terarah pada
pembaharuan prndidikan islam, yaitu[16]:
1.
Islamisasi
Ilmu
Wacana Islamisasi
ilmu pengetahuan dan
pendidikan dalam Islam
sudah diperdebatkan sejak Konferensi Dunia Pertama tentang Pendidikan
Islam di Makkah pada 1977. Tetapi sayangnya
tidak ada usaha
serius untuk melacak
sejarah gagasan dan mengkaji
atau mengevaluasi sejumlah
persoalan pokok yang
berkenalan dengan topik ini pada tingkat praktis.
Islamisasi ilmu
pengetahuan pada dasarnya
adalah suatu respon
terhadap krisis masyarakat
modern yang disebabkan
karena pendidikan Barat bertumpu pada
suatu pandangan dunia yang
lebih bersifat materialistis, sekularistik
dan relativistis, yang menganggap
bahwa pendidikan bukan untuk membuat manusia bijak, yaitu mengenali dan
mengakui posisi masing-masing
dalam tertib realitas, tetapi memandang
realitas sebagai sesuatu yang
bermakna secara material
bagi manusia dan
karena itu hubungan
manusia dengan tertib realitas bersifat eksploitatif, bukan harmonis.
Ini adalah salah satu penyebab penting munculnya krisis masyarakat modern.
2.
Formulasi
Pembaruan Pendidikan Islam
Pendidikan bentuk
investasi yang paling
baik, sehingga setiap negara muslim mengalokasikan
alokasi terbesar dari
pendapatan nasional untuk
program-program pendidikan. Jika umat
Islam memang ingin merebut peranan
sejarahnya kembali dalam percaturan dunia,
kerja pertama yang
harus ditandinginya adalah
membenahi dunia pendidikan Islam,
khususnya perguruan tinggi.
Pendidikan tinggi Islam
harus mampu menciptakan lingkungan
akademik yang kondusif
bagi kelahiran cendekia-cendekia yang berpikir
kreatif, otentik dan
orisinal, bukan cendekia-cendekia “konsumen”
yang berwawasan sempit, terbatas
dan verbal. Oleh
karena itu, corak
pembaruan pendidikan Islam yang
diajukan berkaitan dengan
corak tantangan yang
dihadapi, hanya saja bentuknya bisa
berupa sikap adaptasi
atau sebaliknya, konfrontasi.
Proyek Islamisasi pengetahuan
sebagai induk pembaruan pendidikan Islam secara jelas bersikap konfrontatif
terhadap pendidikan sekuler dari Barat modern, meskipun juga tidak bisa
diingkari bahwa pada tahap langkah-langkah proses
maupun tujuan rencana
kerja, Islamisasi pengetahuan itu
masih mempertimbangkan penguasaan disiplin ilmu modern.
2.4
Tantangan
dalam Pembaharuan Pendidikan Islam
Globalisasi atau modernisasi sebagai
fenomena yang bisa mempengaruhi pendidikan Islam, apalagi dengan adanya banyak pendapat dan
sikap dalam memaknai globalisasi, di antaranya ada yang bersikap pesimis dalam
menyikapi globalisasi ini disebabkan oleh pengertian global, karena cepatnya teknologi dan
informasi media akan berakibat pada ketidaksiapan masyarakat dalam
menghadapinya baik berupa sosial, budaya, agama, ekonomi, pendidikan dan
lainnya[17].
Menurut Djamali bahwa dalam perspektif global ada beberapa faktor yang disoroti
oleh sebagai fonomena kemuduran umat Islam, yaitu: kemunduran bidang agama,
akhlak, keterbelakangan ilmu pengatahuan, dan teknologi, keterbelakangan ekonomi,
sosial, kesehatan, politik, manajemen, dan bidang pendidikan secara global di
dunia Islam, faktor-faktor tersebut yang memperlemah peran umat Islam dalam memaksimalkan
kemampuan atau daya saing dalam pecaturan dunia global, dan itu semua merupakan
tantangan pendidikan Islam dalam menghadapi era gobalisasi dan ummat Islam
seyogyanya mampu menyikapinya dengan arif dan bijak sehingga mendapatkan solusi
yang benar berdasarkan al-Qur’an, al-Hadist dan ijtihad para ulama dan ilmuwan
di tanah air[18].
Berdasarkan
pada keterangan diatas dapatlah diidentifikasi beberapa tantangan dalam mereformasi pendidikan Islam
dalam menghadapi era globalisasi. Tantangan pendidikan Islam terutama berkaitan
dengan masalah orientasi pendidikan Islam, sumber daya manusia, anggaran
pendidikan, kurikulum, informasi dan teknologi, globalisasi[19].
1. Orientasi Pendidikan Islam
Pendidikan
Islam dewasa ini, dari segi apa saja terlihat goyah terutama karena orientasi
yang semakin tidak jelas, semestinya
“sistem pendidikan Islam haruslah senantiasa mengorientasi diri kepada menjawab
kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat kita sebagai konsekuensi
logis dari perubahan, jika tidak,
maka pendidikan Islam di Indonesia akan mengalami ketinggalan dalam persaingan global.
Lembaga pendidikan Islam sekarang lebih pada orientasi yang
bersifat transfer of knowledge and skill dalam
mengembangkan proses intelektualisasi dan kurang memperhatikan dalam pembinaan
“qalbun salim” dengan berupaya terwujudnya generasi yang memiliki
“bastatan fil-ilmi wal jism ” yang diliputi oleh spritualisasi dm disiplin
moral yang islami. Pada akhirnya wawasan pendidikan agama menjadi terbelah.
2. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang dimiliki oleh lulusan muslim di Indonesia belum kapabel
dan masih rendahnya mutu, maka diharapkan mutu lulusan di sekolah atau perguruan
tinggi dapat menghasilkan sumber daya manusia yang dapat berdaya saing di era globaliasasi ini sehingga mempunyai nilai jual yang siap kerja agar tidak
menjadi “budak” di negeri sendiri.
Dalam peningkatan sumber daya manusia yang handal dan kompeten adalah
merupakan tanggung jawab dan kapasitas pemerintah dan masyarakat termasuklah
orangtua yang seharusnya memperhatikan pembinaan dan pendidikan anak-anak
sebagai generasi penerus, dan tidak membiarkan pertumbuhan anak berjalan tanpa
bimbingan, atau diserahkan pada guru sekolah saja atau pembantu rumah tangga.
Inilah kekeliruan yang banyak terjadi dalam realitas kehidupan kita.
Konsep pendidikan Islam sangat mementingkan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas, sekaligus juga mementingkan kualitas kehidupan duniawi dan ukhrowi
secara integral.
3. Anggaran Negara
Anggaran
negara yang dialokasikan untuk pendidikan di Indonesia selalu bertambah dari
tahun ke tahun. Sungguh ironis memang, anggaran selalu naik tetapi mutu sumber
daya manusia atau lulusan tetap rendah dan justru pendidikan dirasakan semakin
mahal. Ini akibat dari minimnya falilitas sarana prasarana, ketenagaan, dan
pengelola manajemen yang kurang kompeten.
Masyarakat
hanya diberi “jampal” atau yang diartikan
dengan janji palsu anggaran atau kebijakan bertemakan “alokasi”.
Faktanya mimpi masyarakat ini sulit terkabul dengan alasan-alasan yang politis.
Pejabat yang mayoritas ummat Islam di Indonesia belum bersungguh-sungguh
menempatkan dunia pendidikan Islam
sebagai penyangga kemajuan bangsa, kalaupun ada subsidi pemerintah perlahan
menyurut sehingga tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan pendidikan bahkan sering
terjadi penyelewengan anggaran pendidikan yang dilakukan oleh pejabat negara
dan aparat dinas pendidikan serta aparat
sekolah/perguruan tinggi.
4. Informasi dan Teknologi
Adanya
keinginan untuk melakukan perubahan paradigma pendidikan dari buta huruf
dan melek huruf menjadi melek informasi, keinginan
ini menjadi sebuah capaian tujuan baru
bagi pendidikan Islam, sehingga pemimpin Islam harus merubah strategi
pendidikan yang ada disesuaikan dengan tuntutan globalisasi.
5. Kurikulum
Setiap
kegiatan pendidikan agama Islam seharusnya diorientasikan pada pencapaian
kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kecerdasan emosional, sosial,
intelektual, intelligence, terlebih lagi pada aspek spiritual maka dalam
mencapai tujuan yang diharapkan maka diperlukan media yang relevan di antaranya
yang berupa kurikulum. Menurut
Husain Haikal bahwa dalam bidang pendidikan, hanya sibuk bergulat dengan
kurikulum atau mengganti nama sekolah, sementara mutu pendidikan makin merosot.
6. Pengaruh Barat
Adanya
kekuatan Barat dalam dominasi dan imperalisasi informasi, yang dapat
menimbulkan pendidikan liberalisme dan neoliberal yang konsepnya adalah
kompetisi dan persaingan. Hampir semua sekolah, taman kanak-kanak hingga
perguruan tinggi, didasarkan ideologi kompetisi. Kompetisi bisa memberi
manfaat, baik individual maupun sosial, tetapi dengan kondisi tertentu. Orang
yang sudah kuat dan mapan dalam ekonomi, pendidikan dan modal tidak fair jika
berkompetisi dengan mereka yang lemah. Ini bukan kompetisi yang sehat, tetapi
bisa menjadi eksploitasi dan kontraproduktif.
7. Arus Globalisasi
Dalam
konteks pendidikan Islam, arus global bisa menimbulkan paradoks atau gejala
kontra moralitas, yakni pertentangan dua fisi moral secara diametral. Begitu
juga dengan pola kehidupan di barat, tentunya nilai-nilai dan
pandangan-pandangan hidup itu sangat erat hubungannya, bahkan sangat
mempengaruhi. Kerusakan akhlak, moral, adab, akhlak, dan perilaku manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pembaharuan atau modernisasi pendidikan
islam adalah proses dimana dunia pendidikan islam harus memperbaharui pola
pendidikannya dengan mengikuti perubahan globalisasi dengan berbagai ilmu
pengetahuan yang semakin berkembang, tentunya sesuai dengan aturan Al-Qur’an
dan Ass-Sunnah. Pembahruan tersebut adalah kebutuhan bagi pendidikan Islam agar
dapat mengikuti perubahan zaman.
Ada berbagai cara yang dapat
dilakukan dalam pembaharuan pendidikan islam, diantaranya islamisasi dan
ormulasi Pembaruan Pendidikan Islam.
Didalam pembaharuan yang dilakukan
untuk mencapai tujuan tidaklah mudah, ada berbagai tantangan yang menjadi
terlambatnya pembaharuan tersebut terlaksana. Diantaranya, perubahan era
globalisasi, pengaruh barat yang tidak bisa kita hindari, kurikulum hingga
sampai kepada anggaran pendidikan.
3.2
Saran
Dunia pendidikan islam yang harus
sejalan dengan arus globalisasi hingga adanya pembaharuan pendidikan islam,
diharapkan kita sebagai seorang muslim dapat menghadapi perubahan yang terjadi
sesuai dengan aturan yang disampaikan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Kita sebagai
Muslim tetaplah harus berpegang teguh pada dua dasar tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 2003. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi
Aksara.
Daftary(ed.), Farhad. 2001. Tradisi-Tradisi Intelektual Islam. Jakarta:
Erlangga.
Dacholfany, M. Ihsan. 2015. Reformasi Pendidikan Islam Dalam
Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah Tantangan dan Harapan. Jurnal Vol.
20, No. 01.
Daulay, Haidar Putra. 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Rineka
Cipta.
Daulay, Haidar Putra. dkk. 2013. Pendidikan Islam dalam Lintasan
Sejarah: Kajian dari Zaman Pertumbuhan Sampai Kebangkitan. Jakarta:
Kencana.
Muqoyyidin, Andik Wahyun. 2013. Pembaruan Pendidikan Islam
Menurut Muhammad Abduh. Jurnal Vol. XXVIII No. 02 .
Mustofa, Ali. Arah Pembaruan Pendidikan Islam: Analisis Sejarah Perkembangan Pemikiran Modern dalam Islam. Artikel.
Nasution, Harun. 1992. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah
Pemikiran dan Gerakan.. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Nata, Abuddin. 2005. Filsafaat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Sanaky. Hujair AH. Pembaharuan Pendidikan Islam: Studi Pemikiran Fazlur Rahman
Tentang Konsep Pendidikan Tinggi
Islam. Artikel.
Yusuf, Nasruddin. 2011. Perbandingan Pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha Tentang Pendidikan , jurnal Vol. 8 No. 01.
Zuhairini. dkk. 2000. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:
Bumi aksara.
[1]
Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, M.A., dkk., Pendidikan Islam dalam
Lintasan Sejarah: Kajian dari Zaman Pertumbuhan Sampai Kebangkitan,
(Jakarta: Kencana, 2013), hal. 157.
[2] Nasruddin Yusuf , Jurnal Perbandingan Pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha Tentang Pendidikan , Vol. 8 No. 01, (Januari – Juni 2011), hal. 64.
[3]
Dra. Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi aksara,
2000), hal. 109.
[4]
Prof. Dr. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan
Gerakan, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992), hal. 11.
[5] Prof. H. M. Arifin, M. Ed., Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara,
2003), hal. 22.
[7] Andik Wahyun Muqoyyidin, Jurnal,
Pembaruan Pendidikan Islam Menurut Muhammad Abduh, Vol.
XXVIII No. 02 (Jombang, 2013), hal. 290.
[8] Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, M.A., Dinamika Pendidikan Islam di
Asia Tenggara, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 28.
[10]Artikel Pembaharuan Pendidikan Islam:
Studi Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Konsep Pendidikan Tinggi Islam.oleh Hujair AH. Sanaky.
[15] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Filsafaat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
2005), hal. 245-248.
[16] Artikel Arah Pembaruan Pendidikan Islam : (Analisis Sejarah Perkembangan Pemikiran Modern dalam Islam), oleh Ali
Mustofa.
[17]M. Ihsan Dacholfany, Jurnal, Reformasi
Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah Tantangan dan Harapan,
Vol. 20, No. 01 (Januari – Juni
2015), hal. 174.
EmoticonEmoticon