Saturday, May 21, 2016

contoh makalah Filsafat Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Periodesasi sejarah islam ditandai dengan adanya zaman kamajuan dan zaman kemunduran. zaman kemajuan adalah kecerahan (golden age) ditandai dengan kamajuan ilmu pengetahuan, ekonomi dan politik, seni dan lain sebagainya[1].
Secara historis, sedikitnya ada lima fase yang bisa menjadi acuan dalam memahami dan menjelaskan periodesasi pendidikan Islam  yang dikaitkan dengan pemikiran cendikiawan muslim yang  selalu  melakukan  pembaruan  pendidikan  Islam.   Pertama,  masa  pembinaan  pendidikan Islam,  kondisi  pendidikan  Islam  yang  terjadi  pada  masa  awal  kenabian  Nabi  Muhammad  al -Mushthafa.  Kedua,  masa  pertumubuhan  dan  perkembangan  pendidikan  Islam,  yaitu  kondisi pendidikan  Islam  yang  terjadi  pada  masa  Nabi  Muhammad  dan  masa  Khulafa`u  al - Rasyidin. Ketiga,   masa  kejayaan  pendidikan  Islam,  satu  kondisi  pendidikan  Islam  yang  banyak menggunakan dua pola pemikiran berbeda, mulai dari pemikiran yang bersifat tradisional  hingga pola  pemikiran  rasional  yang  lebih  banyak  mementingkan  akal  pikiran  dan  empiris.  Keempat,  masa  kemunduran pendidikan  Islam,  di  mana  kondisi  umat  Islam  lebih  banyak  berdasarkan pada  cara  berpikir tradisional  dan  tidak  lagi  menggunakan  pola  berpikir  rasional  yang  telah  diambil  oleh  Barat.  Kelima,  masa pembaruan atau modernisasi  pendidikan Islam. Secara totalitas  kesadaran  kolektif  umat  Islam  terhadap  segala  kekurangan  dan  problematika  yang dihadapi  pendidikan  Islam  untuk  kemudian  bisa  diperbaiki  dan  diperbarui  sepadan  dengan kemajuan zamannya, sebagaimana yang terjadi di dunia Barat[2].
Sepanjang sejarahnya (kemunduran pendidikan islam) sejak awal pemikiran islam terlihat dua pola yang saling terlomba mengembangkan diri, mempuyai pengaruh besar dalam pengembangan pola pendidikan islam. Dari pola pemikir yang bersifat tradisional, yang selalu mendasarkan dari wahyu, yang kemudian berkembang menjadi sufistis dan mengembangkan pola pendidikan sufi. Pola pendidikan ini sangat memperhatikaan aspek-aspek batiniah dan akhlak atau budi pekerti manusia. Sedangkan dari pola pemikiran yang rasional, yang mementingkan akal pikiran, menimbulkan pola pendidikan empiris rasional. Pola pendidikan bentuk kedua ini sangat memperhatikan pendidikan intelektual dan penguasaan material[3].
Dari generasi ke generasi ilmu pengetahuan semakin berkembang hingga adanya berbagai macam teknologi yang menjadikan manusia tidak hanya berdiri ditempat yang sama. Itu berarti manusia juga harus mangikuti perubahan tersebut. Dengan demikian, sama halnya dengan pendidikan islam, dunia pendidikan islam tidak hanya melihat perubahan yang terjadi. Namun juga harus melakukan pembaharuan mengikuti perubahan zaman yang sesuai dengan konteks Al-Qur’an dan Ass-Sunnah.

Dari kejadian kemunduran tersebutlah sehingga adanya pembaharuan yang disertai dengan gerakan pemurnian kembali ajaran-ajaran islam yang terjadi akibat kemunduran itu sendiri. Gerakan pemurnian tersebut merupakan tahap awal dari gerakan pembaharuan.

Berdasarkan latar belakang tersebutlah, penulis mencoba menulis tentang pembaharuan pendidikan islam yang berupa; hakikat yang terdapat dalam pendidikan islam diikuti dengan tradisi intelektual islam sehingga cara pembaharuan pendidikan islam dilakukuan dilengkapi dengan tantangan-tantangan yang muncul dalam pembaharuan pendidikan islam.
                                        
1.2         Rumusan Masalah
1.      Apa hakikat pembaharuan pendidikan islam?
2.      Apa saja tradisi intelektual islam?
3.      Bagaimana cara melakukan pembaharuan pendidikan islam?
4.      Apa saja tantangan pembaharuan pendidikan islam?

1.3         Tujuan Masalah
1.      Mengetahui hakikat pembaharuan pendidikan islma.
2.      Mengetahui apa saja tradisi intelektual islam.
3.      Memahami cara melakukan pembaharuan pendidikan islam.
4.      Mengetahui apa saja yang menjadi tantangan dalam pembaharuan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Hakikat Pembaharuan Pendidikan Islam

Kata pembaharuan dalam bahasa Indonesia telah selalu dipakai kata modern, modernisasi, dan modernism, seperti yang terdapat umpamanya dalam “aliran-aliran modern dalam islam” dan “islam dan modernisasi”. Modernisme dengan masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern[4].

Dengan demikian, kata pembaharuan mimiliki makna yang sama dengan kata modernisasi. Dapat didefinisikan bahwa pembaharuan pendidikan islam merupakan gerakan atau pemahaman-pemahaman baru yang ditimbulkan atau dihasilkan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat. Dari kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itulah menghadirkan perubahan yang cukup signifikan sehingga dituntut adanya pembaharuan dalam pendidikan islam dan tentu saja pembaharuan yang dilakukan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

Pendidikan islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangan[5].

Pendidikan, secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan” (opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan “menumbuhkan” kemampuan dasar manusia. Bila ingin diarahkan kepada pertumbuhan sesuai dengan ajaran maka harus berproses melalui sistem pendidikan islam[6].

Modernisasi atau pembaharuan pendidikan  Islam  adalah  salah  satu  pendekatan  untuk  suatu penyelesaian jangka panjang atas berbagai persoalan umat Islam saat ini dan pada masa  yang  akan  datang.  Oleh  karena  itu,  modernisasi  pendidikan  Islam  adalah sesuatu  yang  penting  dalam  melahirkan  sebuah  peradaban  Islam  yang  modern (Husein  dan  Ashraf,  1994:  6). Namun  demikian, modernisasi  pendidikan  Islam tidak dapat dirasakan  hasilnya  pada  satu  dua hari  saja  melainkan  memerlukan suatu  proses  yang  panjang  yang  setidaknya  akan  menghabiskan  sekitar  dua generasi. Mengingat  pentingnya  modernisasi  pendidikan  Islam,  maka  setiap lembaga  pendidikan  Islam  harus  mendapatkan  penanganan  yang  serius, setidaknya ini untuk menghasilkan para pemikir dan intelektual yang handal dan mempunyai peran sentral dalam pembangunan[7].
Dalam pembaharuan, kesadaran umat islam tentang pentingnya pembaharuan adalah ketika umat islam menyadari ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan pengetahuan dan teknologi, begitu juga dalam bidang militer. Kesadaran ini dimulai sejak masuknya Napoleon ke Mesir[8].
Sebenarnya kesadaran akan kelemahan dan ketertinggalam kaum muslimin dari bangsa-bangsa Eropa dalam berbagai bidang kehidupan ini timbul mulai abad ke 11 H/ 17 M dengan kekalahan-kekalahan yang diderita oleh kerajaan Turki Usmani dalam peperangan dengan negara-negara Eropa. Sehingga dari kekalahan itu mendorong umat untuk menyelidiki sebab-sebab kekalahan mereka dan rahasia keunggulan lawan. Dalam pembaharuan pendidikan islam ada pola-polanya yang didapatkan dengan memerhatikan sebab-sebab kelemahan dan kemunduran umat islam dan kemajuan dan kekuatan bangsa Eropa. Maka pada garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran, yaitu:
1.             Pola pembaharuan pendidikan islam yang berorientasi kepada pola pendiddikan modern di Eropa;
2.             Pola pembaharuan yang berorientasi dan bertujuan untuk pemurnian kembali ajaran islam; dan
3.             Pola yang berorientasi pada kekayaan dan sumber budaya bangsa masing-masing dan yang bersifat nasionalisme[9].

2.2         Tradisi Intelektual Islam
   Dalam tradisi intelektual Islam, pendidikan telah lama dikenal yaitu sejak awal Islam. Pada masa awal, pendidikan idektik dengan upaya da'wah Islamiyah, karena itu pendidikan berkembang sejalan dengan perkembangan agama itu sendiri. Rahman (Islam, 1997 : 263), menyatakan kedatangan Islam membawa untuk pertama kalinya suatu instrumen pendidikan tertentu yang berbudayakan agama, yaitu al-Qur'an dan ajaran-ajaran Nabi. Tetapi, perlu dipahami bahwa pada masa awal perkembangan Islam, tentu saja pendidikan formal yang sistematis berlum terselenggara[10].
Pendidikan yang berlangsung dapat dikatakan bersifat informal, dan inipun lebih berkait  dengan upaya da'wah Islamiyah - penyebaran, penanam an dasar-dasar kepercayaan,  dan ibadah Islam. Dalam kaitan itulah dapat dipahami kenapa proses pendidikan Islam pertama kali berlangsung di rumah, dan yang paling terkenal Dar al-Arqam,  dan  ketika masyarakat Islam sudah terbentuk, pendidikan diselenggarakan di mesjid dan proses pendidikan pada kedua tempat ini dilakukan dalam halaqah, lingkaran belajar (Azyumardi Azra,1994:v)[11].
Tradisi belajar yang telah ada pada masa Nabi terus berkembang pada masa-masa sesudahnya, dan sebagaimana tercacat dalam sejarah bahwa puncak kemajuannya tercapai pada masa khalifah Harun al-Rasyid dan al-Makmun yang berpusat di Bagdad, dan pada masa kejayaan  'Usmaniyah di Spanyol dan Cordova yang berlangsung sekitar delapan abad [711-1492 M] (Hasan Langgulung,1986:13), kemudian sistem pendidikan Islam itu diperluas dengan sistem madrasah yang mencapai puncaknya pada Madrasah Nidzamiyah yang didirikan di Bagdad oleh Nizam al-Mulk(Muhammad Munir Mursi, 1975 : 98).  Pendidikan Islam pada waktu itu telah melahirkan cendekiawan-cendekiawan Muslim yang berkaliber dunia, yang dikenal sampai sekarang ini, maka secara epistemologi Noeng Muhajir sangat argumentatif berkesimpulan bahwa   Yunani adalah induk ilmu murni dan Islam adalah induk teknologi (Hamid Hasan Bilgrami dan Sayid Ali Asyraf, 1989 : xi)[12].
Beberapa tradisi-tradisi dalam intelektual islam:
1.             Kehidupan intelektual Islam pada 4 anad pertama Islam
Pada 4 abad pertama islam, muncul dua isu dan proses politik utama yang yang membentuk latar belakang penting bagi perkembangan kebudayaan islam. Isu pertama, persoalan kepemimpinan umat. Isu kedua adalah persoalan mengenai penyebaran islam.  Kalangan intelektual Muslim masa awal disibukkan oleh masalah-masalah yang berhubungan dengan penyebaran islam[13].

2.             Tradisi rasional dalam Islam
Tradisi rasional dalam islam dapat dipelajari dan dilihat dalam berbagai cara. Dengan sudut pandang yang luas, kapan saja orang muslim terlibat dalam pikiran dan kearah manapun jalan pikiran yan mereka ambil, mereka harus menggunkan akal, dan dengan melakukan hal itu mereka dianggap menjadi bagian dari tradisi rasional, baik mereka menginginkannya atau tidak.
Dalam pengertian yang umum, tradisi rasional mencakup hampir seetiap pernyataan yang dibuat oleh setiap muslim dalam setiap waktu. Dalam pengertian yang khusus, orang dapat mengatakan bahwa tadisi rasional itu islami. Jika tidak demikian, ia dapat bertanya apa yang membuat tradisi ini sangat berbeda. Tradisi rasional dalam agama, tidak saja didorong oleh masyarakat beragama, tapi ia adalah upaya menemukan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan akal dalam masayarakat tertentu dan mencobs menyelaraskan hubungan antara akal dan apa yang disebut sebagai wahyu[14].

2.3         Cara Melakukan Pembaharuan pendidikan Islam

Pembaharuan pendidikan Islam juga merupakan suatu keharusan dalam meningkatkan dunia pendidikan dalam islam. Dikarenakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain memandang kepada bagaimana proses pembaruan terlaksana, namun juga ada cara bagaimana pembaharuan pendidikan islam dilaksanakan. Diantaranya ada ide-ide pembaharuan pendidikan yang dikemukan oleh Ahmad Sukarti (seorang pendidik, ulama, tokoh pembaharu islam, dan seorang penulis). Ide-ide pembaharuan pendidikan Ahmad Surkati, yaitu[15]:

1.             Aspek kelembagaan
          Terbentuknya organisasi Al-Irsyad, yang salah satu tujuan telah dirumuskan dalam dasar-dasar pembentukan Al-Irsyad, didirikan sekolah-sekolah yang terbuka untuk umum asalkan mereka beragama islam.
2.             Aspek metode dan pendekatan pengajaran
Ahmad Surkati sebagai seorang guru yang telah menerapkan pendekatan personil psokologis dan conseling dalam melihat minat dan bakat serta tingkat kemapuan intelegensi para siswa yang diajarnya. Pendekatan ini digunakan untuk diberikan pengarahan dan bimbingan agar para sisw itu menemukan sendiri minat dan bakat serta mengetahui tingkat kemampuan intelegensinya.
          Kemauan dalam memilih dan pendekatan pengajaran yang sesuai dengan situasi belajar yang dihadapi oleh seorang guru tidaklah pentingnya dari penguasaan materi pelajaran yang akan disampikannya. Seorang guru dalam menerapkan metode dan pendekatan pengajaran harus memperhatikan aspek psikologis murid sesuai dengan kaidah-kaidah pengajaran modern, agar mudah dipahami dan dicerna oleh murid.
3.             Aspek kurikulum
          Rencana pendidikan dijadikan sebagai kerangka kerja sistematik dalam suatu kegiatan pengajaran modern. Berbeda dengan penyelenggaran sekolah tradisional lainnya, Ahmad Surkati menerpakan cara yang modern.

            Berdasarkan uraian diatas dapat diketahu bahwa Ahmad Surkarti dapat dikategorikan sebagai tokoh pembaharu dalam bidang pendidikan islam pada masanya. Karena model dan cara pendidikan yang yang diperkenalkannya belum biasa dikenal di lembaga-lembaga pendidikan yang terdapat dimasyarakat islam masa itu. Hal ini menunjukkan dari sikap dan pandangannya yang berani bersikap berbeda dari sikap dan pandangan umumnya.

            Selain dari ide-ide Ahmad Surkarti, juga ada cara lain untuk bisa terarah pada pembaharuan prndidikan islam, yaitu[16]:



1.             Islamisasi Ilmu
Wacana  Islamisasi  ilmu  pengetahuan  dan  pendidikan  dalam  Islam  sudah diperdebatkan sejak Konferensi Dunia Pertama tentang Pendidikan Islam di Makkah pada 1977.  Tetapi  sayangnya  tidak  ada  usaha  serius  untuk  melacak  sejarah  gagasan  dan mengkaji  atau  mengevaluasi  sejumlah  persoalan  pokok  yang  berkenalan  dengan  topik ini pada tingkat praktis.
Islamisasi  ilmu  pengetahuan  pada  dasarnya  adalah  suatu  respon  terhadap  krisis masyarakat modern  yang  disebabkan  karena  pendidikan  Barat  bertumpu  pada  suatu pandangan  dunia  yang  lebih  bersifat  materialistis,  sekularistik  dan  relativistis,  yang menganggap bahwa pendidikan bukan untuk membuat manusia bijak, yaitu mengenali dan mengakui  posisi  masing-masing  dalam  tertib  realitas, tetapi  memandang  realitas  sebagai sesuatu  yang  bermakna  secara  material  bagi  manusia  dan  karena  itu  hubungan  manusia dengan tertib realitas bersifat eksploitatif, bukan harmonis. Ini adalah salah satu penyebab penting munculnya krisis masyarakat modern.

2.             Formulasi Pembaruan Pendidikan Islam
Pendidikan  bentuk  investasi  yang  paling  baik,  sehingga  setiap negara muslim mengalokasikan alokasi  terbesar  dari  pendapatan  nasional  untuk  program-program pendidikan. Jika umat  Islam  memang ingin merebut  peranan  sejarahnya  kembali  dalam percaturan  dunia,  kerja  pertama  yang  harus  ditandinginya  adalah  membenahi  dunia pendidikan  Islam,  khususnya  perguruan  tinggi.  Pendidikan  tinggi  Islam  harus  mampu menciptakan  lingkungan  akademik  yang  kondusif  bagi kelahiran  cendekia-cendekia  yang berpikir  kreatif,  otentik  dan  orisinal,  bukan  cendekia-cendekia  “konsumen”  yang berwawasan  sempit,  terbatas  dan  verbal.  Oleh  karena  itu,  corak  pembaruan  pendidikan Islam  yang  diajukan  berkaitan  dengan  corak  tantangan  yang  dihadapi,  hanya  saja bentuknya  bisa  berupa  sikap  adaptasi  atau  sebaliknya,  konfrontasi.  Proyek  Islamisasi pengetahuan sebagai induk pembaruan pendidikan Islam secara jelas bersikap konfrontatif terhadap pendidikan sekuler dari Barat modern, meskipun juga tidak bisa diingkari bahwa pada  tahap  langkah-langkah  proses  maupun  tujuan  rencana  kerja,  Islamisasi pengetahuan itu masih mempertimbangkan penguasaan disiplin ilmu modern.



2.4         Tantangan dalam Pembaharuan Pendidikan Islam
            Globalisasi atau modernisasi sebagai fenomena yang bisa mempengaruhi pendidikan Islam,  apalagi dengan adanya banyak pendapat dan sikap dalam memaknai globalisasi, di antaranya ada yang bersikap pesimis dalam menyikapi globalisasi ini disebabkan oleh pengertian  global, karena cepatnya teknologi dan informasi media akan berakibat pada ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapinya baik berupa sosial, budaya, agama, ekonomi, pendidikan dan lainnya[17].
Menurut Djamali bahwa dalam perspektif global ada beberapa faktor yang disoroti oleh sebagai fonomena kemuduran umat Islam, yaitu: kemunduran bidang agama, akhlak, keterbelakangan ilmu pengatahuan, dan teknologi, keterbelakangan ekonomi, sosial, kesehatan, politik, manajemen, dan bidang pendidikan secara global di dunia Islam, faktor-faktor tersebut yang memperlemah peran umat Islam dalam memaksimalkan kemampuan atau daya saing dalam pecaturan dunia global, dan itu semua merupakan tantangan pendidikan Islam dalam menghadapi era gobalisasi dan ummat Islam seyogyanya mampu menyikapinya dengan arif dan bijak sehingga mendapatkan solusi yang benar berdasarkan al-Qur’an, al-Hadist dan ijtihad para ulama dan ilmuwan di tanah air[18].
Berdasarkan pada keterangan diatas dapatlah diidentifikasi beberapa  tantangan dalam mereformasi pendidikan Islam dalam menghadapi era globalisasi. Tantangan pendidikan Islam terutama berkaitan dengan masalah orientasi pendidikan Islam, sumber daya manusia, anggaran pendidikan, kurikulum, informasi dan teknologi, globalisasi[19].
1.   Orientasi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dewasa ini, dari segi apa saja terlihat goyah terutama karena orientasi yang semakin tidak jelas, semestinya “sistem pendidikan Islam haruslah senantiasa mengorientasi diri kepada menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat kita sebagai konsekuensi logis dari perubahan, jika tidak, maka pendidikan Islam di Indonesia akan mengalami  ketinggalan dalam persaingan global.
            Lembaga pendidikan Islam sekarang lebih pada orientasi yang bersifat transfer of knowledge and skill dalam mengembangkan proses intelektualisasi dan kurang memperhatikan dalam pembinaan “qalbun salim” dengan berupaya terwujudnya generasi yang memiliki “bastatan  fil-ilmi wal jism ”  yang diliputi oleh spritualisasi dm disiplin moral yang islami. Pada akhirnya wawasan pendidikan agama menjadi terbelah.
2.   Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang dimiliki oleh lulusan muslim di Indonesia belum kapabel dan masih rendahnya mutu, maka diharapkan mutu lulusan di sekolah atau perguruan tinggi dapat menghasilkan sumber daya manusia yang  dapat berdaya saing  di era globaliasasi ini sehingga  mempunyai nilai jual yang siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri.
Dalam peningkatan sumber daya manusia yang handal dan kompeten adalah merupakan tanggung jawab dan kapasitas pemerintah dan masyarakat termasuklah orangtua yang seharusnya memperhatikan pembinaan dan pendidikan anak-anak sebagai generasi penerus, dan tidak membiarkan pertumbuhan anak berjalan tanpa bimbingan, atau diserahkan pada guru sekolah saja atau pembantu rumah tangga. Inilah kekeliruan yang banyak terjadi dalam realitas kehidupan kita.
Konsep pendidikan Islam sangat mementingkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sekaligus juga mementingkan kualitas kehidupan duniawi dan ukhrowi secara integral.
3.   Anggaran Negara
Anggaran negara yang dialokasikan untuk pendidikan di Indonesia selalu bertambah dari tahun ke tahun. Sungguh ironis memang, anggaran selalu naik tetapi mutu sumber daya manusia atau lulusan tetap rendah dan justru pendidikan dirasakan semakin mahal. Ini akibat dari minimnya falilitas sarana prasarana, ketenagaan, dan pengelola manajemen yang kurang kompeten.
Masyarakat hanya diberi “jampal” atau yang diartikan  dengan janji palsu anggaran atau kebijakan bertemakan “alokasi”. Faktanya mimpi masyarakat ini sulit terkabul dengan alasan-alasan yang politis. Pejabat yang mayoritas ummat Islam di Indonesia belum bersungguh-sungguh menempatkan dunia pendidikan Islam sebagai penyangga kemajuan bangsa, kalaupun ada subsidi pemerintah perlahan menyurut sehingga tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan pendidikan bahkan sering terjadi penyelewengan anggaran pendidikan yang dilakukan oleh pejabat negara dan aparat dinas pendidikan serta  aparat sekolah/perguruan tinggi.
4.   Informasi dan Teknologi
Adanya keinginan untuk melakukan perubahan paradigma pendidikan dari buta huruf dan  melek  huruf menjadi melek informasi, keinginan ini  menjadi sebuah capaian tujuan baru bagi pendidikan Islam, sehingga pemimpin Islam harus merubah strategi pendidikan yang ada disesuaikan dengan tuntutan globalisasi.
5.   Kurikulum
Setiap kegiatan pendidikan agama Islam seharusnya diorientasikan pada pencapaian kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kecerdasan emosional, sosial, intelektual, intelligence, terlebih lagi pada aspek spiritual maka dalam mencapai tujuan yang diharapkan maka diperlukan media yang relevan di antaranya yang berupa kurikulum. Menurut Husain Haikal bahwa dalam bidang pendidikan, hanya sibuk bergulat dengan kurikulum atau mengganti nama sekolah, sementara mutu pendidikan makin merosot.
6.   Pengaruh Barat
Adanya kekuatan Barat dalam dominasi dan imperalisasi informasi, yang dapat menimbulkan pendidikan liberalisme dan neoliberal yang konsepnya adalah kompetisi dan persaingan. Hampir semua sekolah, taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, didasarkan ideologi kompetisi. Kompetisi bisa memberi manfaat, baik individual maupun sosial, tetapi dengan kondisi tertentu. Orang yang sudah kuat dan mapan dalam ekonomi, pendidikan dan modal tidak fair jika berkompetisi dengan mereka yang lemah. Ini bukan kompetisi yang sehat, tetapi bisa menjadi eksploitasi dan kontraproduktif.
7.   Arus Globalisasi
Dalam konteks pendidikan Islam, arus global bisa menimbulkan paradoks atau gejala kontra moralitas, yakni pertentangan dua fisi moral secara diametral. Begitu juga dengan pola kehidupan di barat, tentunya nilai-nilai dan pandangan-pandangan hidup itu sangat erat hubungannya, bahkan sangat mempengaruhi. Kerusakan akhlak, moral, adab, akhlak, dan perilaku manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1         Kesimpulan

Pembaharuan atau modernisasi pendidikan islam adalah proses dimana dunia pendidikan islam harus memperbaharui pola pendidikannya dengan mengikuti perubahan globalisasi dengan berbagai ilmu pengetahuan yang semakin berkembang, tentunya sesuai dengan aturan Al-Qur’an dan Ass-Sunnah. Pembahruan tersebut adalah kebutuhan bagi pendidikan Islam agar dapat mengikuti perubahan zaman.

Ada berbagai cara yang dapat dilakukan dalam pembaharuan pendidikan islam, diantaranya islamisasi dan ormulasi Pembaruan Pendidikan Islam.

Didalam pembaharuan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tidaklah mudah, ada berbagai tantangan yang menjadi terlambatnya pembaharuan tersebut terlaksana. Diantaranya, perubahan era globalisasi, pengaruh barat yang tidak bisa kita hindari, kurikulum hingga sampai kepada anggaran pendidikan.


3.2         Saran
Dunia pendidikan islam yang harus sejalan dengan arus globalisasi hingga adanya pembaharuan pendidikan islam, diharapkan kita sebagai seorang muslim dapat menghadapi perubahan yang terjadi sesuai dengan aturan yang disampaikan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Kita sebagai Muslim tetaplah harus berpegang teguh pada dua dasar tersebut.








DAFTAR PUSTAKA

Arifin. 2003. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.
Daftary(ed.), Farhad. 2001. Tradisi-Tradisi Intelektual Islam. Jakarta: Erlangga.
Dacholfany, M. Ihsan. 2015. Reformasi Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah Tantangan dan Harapan. Jurnal Vol. 20, No. 01.
Daulay, Haidar Putra. 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Rineka Cipta.
Daulay, Haidar Putra. dkk. 2013. Pendidikan Islam dalam Lintasan Sejarah: Kajian dari Zaman Pertumbuhan Sampai Kebangkitan. Jakarta: Kencana.
Muqoyyidin, Andik Wahyun. 2013. Pembaruan Pendidikan Islam Menurut Muhammad Abduh. Jurnal Vol. XXVIII No. 02 .
Mustofa, Ali. Arah Pembaruan Pendidikan Islam: Analisis Sejarah Perkembangan Pemikiran Modern dalam Islam. Artikel.
Nasution, Harun. 1992. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan.. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Nata, Abuddin. 2005. Filsafaat Pendidikan  Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Sanaky. Hujair AH. Pembaharuan Pendidikan Islam: Studi Pemikiran Fazlur Rahman  Tentang  Konsep Pendidikan Tinggi Islam. Artikel.
Yusuf, Nasruddin. 2011.  Perbandingan Pemikiran Muhammad Abduh  dan Rasyid Ridha Tentang Pendidikan , jurnal Vol. 8 No. 01.
Zuhairini. dkk. 2000. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi aksara.




[1] Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, M.A., dkk., Pendidikan Islam dalam Lintasan Sejarah: Kajian dari Zaman Pertumbuhan Sampai Kebangkitan, (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 157.
[2] Nasruddin Yusuf , Jurnal Perbandingan Pemikiran Muhammad Abduh  dan Rasyid Ridha Tentang Pendidikan , Vol. 8 No. 01, (Januari  – Juni 2011), hal. 64.
[3] Dra. Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi aksara, 2000), hal. 109.
[4] Prof. Dr. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992), hal. 11.
[5] Prof. H. M. Arifin, M. Ed., Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 22.
[6] Ibid.,
[7] Andik Wahyun Muqoyyidin, Jurnal, Pembaruan Pendidikan Islam Menurut Muhammad Abduh, Vol. XXVIII No. 02 (Jombang, 2013), hal. 290.
[8] Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, M.A., Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 28.
[9] Dra. Zuhairini,... ibid., hal. 116-117.
[10]Artikel Pembaharuan Pendidikan Islam: Studi Pemikiran Fazlur Rahman  Tentang  Konsep Pendidikan Tinggi Islam.oleh Hujair AH. Sanaky.
[11] Ibid.,...

[12] Ibid.,...
[13] Farhad daftary(ed.), Tradisi-Tradisi Intelektual Islam, (Jakarta: Erlangga, 2001), hal. 25-29.
[14] Farhad daftary(ed.),  Ibid.,… hal 63-64.
[15] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Filsafaat Pendidikan  Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), hal. 245-248.
[16] Artikel Arah Pembaruan Pendidikan Islam : (Analisis Sejarah Perkembangan Pemikiran Modern dalam Islam), oleh Ali Mustofa.
[17]M. Ihsan Dacholfany, Jurnal, Reformasi Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah Tantangan dan Harapan, Vol. 20, No. 01 (Januari – Juni 2015), hal. 174.
[18] Ibid.,.., hal. 178.
[19] Ibid.,..., hal. 179-187.


EmoticonEmoticon

loading...

Featured Posts

klik disini